Sesuai dengan tuntutan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung melakukan perbaikan sarana dan prasarana agar sesuai dengan peraturan dan standar kesehatan, mulai dari fasilitas tempat tidur, kamar mandi, ruang operasi, hingga pengelolaan limbah kesehatan.
RSKIA Kota Bandung berencana akan merelokasi rumah sakit dengan membuat bangunan baru untuk RSKIA Tipe A Pendidikan. Rumah sakit seluas 7343 m2 ini akan mampu menampung 200 pasien dengan penambahan fasilitas penanganan gawat darurat. Nina mengaku saat ini RSKIA Kota Bandung masih kekurangan fasilitas Intensive Care Unit (ICU) dan Neonatologi Intensive Care Unit (NICU). Saat ini, baru ada 7 inkubator NICU yang digunakan untuk melayani pasien gawat darurat.
Direktur RSKIA Kota Bandung, Nina Manarosana, mengemukakan bahwa pasien yang datang ke Rumah sakit yang berada di Astana Anyar ini tidak hanya masyarakat kota Bandung, akan tetapi Rumah sakit yang berada di Seputar Bandung Raya pun masih menjadikan Rumah Sakit Ibu dan Anak ini sebagi Rujukan
“Karena kita tidak hanya menangani pasien Kota Bandung. Rumah sakit-rumah sakit di Bandung Raya masih merujuk ke kita, karena itu kita mengganti 30 tempat tidur pasien dan beberapa fasilitas kesehatan lainnya” tutur Nina
Kedepannya RSKIA ini akan memiliki fasilitas perinatologi (bayi baru lahir) dan fasilitas tumbuh kembang bayi yang belum banyak dimiliki oleh RSKIA lain. Penambahan fasilitas ini dinilai Nina karena secara nasional termasuk di Kota Bandung, bayi dengan berat badan lahir rendah dan ibu dengan kegawatdaruratan janin memiliki masalah yang cukup tinggi.
Sebagai rumah sakit milik pemerintah, RSKIA Kota Bandung lebih berfokus memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal ini dilakukan agar masyarakat kelas menengah ke bawah tetap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima, tentu dengan adanya program BPJS dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Untuk pasien dengan jalur umum (tanpa asuransi BPJS dan Jamkesda), RSKIA Kota Bandung masih menggunakan tarif berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2011. Meskipun saat ini status RSKIA Kota Bandung telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Nina mengaku belum melakukan penyesuaian tarif.
“Tarif per-kamar sebesar Rp35.000, itu termasuk kamar, makan 3 kali, dan snack 2 kali,” tuturwanita berjilbab ini.
Namun ia memastikan bahwa kualitas gizi, obat, dan makanan yang diberikan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Kekurangan biaya yang dikeluarkan sudah dapat ditutup dengan subsidi pemerintah.
Selain peningkatan sarana dan prasarana, RSKIA juga melaksanakan berbagai program untuk pelayanan terhadap pasien. RSKIA tengah fokus pula pada masalah patient safety. Program ini dilaksanakan melalui peningkatan kualitas aparatur rumah sakit dalam hal keselamatan.
Baru-baru ini, RSKIA telah melaksanakan in house training dalam hal penanggulangan kebakaran. RSKIA juga telah melaksanakan program penanggulangan gawat darurat terpadu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung.
RSKIA Kota Bandung berencana akan merelokasi rumah sakit dengan membuat bangunan baru untuk RSKIA Tipe A Pendidikan. Rumah sakit seluas 7343 m2 ini akan mampu menampung 200 pasien dengan penambahan fasilitas penanganan gawat darurat. Nina mengaku saat ini RSKIA Kota Bandung masih kekurangan fasilitas Intensive Care Unit (ICU) dan Neonatologi Intensive Care Unit (NICU). Saat ini, baru ada 7 inkubator NICU yang digunakan untuk melayani pasien gawat darurat.
Direktur RSKIA Kota Bandung, Nina Manarosana, mengemukakan bahwa pasien yang datang ke Rumah sakit yang berada di Astana Anyar ini tidak hanya masyarakat kota Bandung, akan tetapi Rumah sakit yang berada di Seputar Bandung Raya pun masih menjadikan Rumah Sakit Ibu dan Anak ini sebagi Rujukan
“Karena kita tidak hanya menangani pasien Kota Bandung. Rumah sakit-rumah sakit di Bandung Raya masih merujuk ke kita, karena itu kita mengganti 30 tempat tidur pasien dan beberapa fasilitas kesehatan lainnya” tutur Nina
Kedepannya RSKIA ini akan memiliki fasilitas perinatologi (bayi baru lahir) dan fasilitas tumbuh kembang bayi yang belum banyak dimiliki oleh RSKIA lain. Penambahan fasilitas ini dinilai Nina karena secara nasional termasuk di Kota Bandung, bayi dengan berat badan lahir rendah dan ibu dengan kegawatdaruratan janin memiliki masalah yang cukup tinggi.
Sebagai rumah sakit milik pemerintah, RSKIA Kota Bandung lebih berfokus memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal ini dilakukan agar masyarakat kelas menengah ke bawah tetap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima, tentu dengan adanya program BPJS dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Untuk pasien dengan jalur umum (tanpa asuransi BPJS dan Jamkesda), RSKIA Kota Bandung masih menggunakan tarif berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2011. Meskipun saat ini status RSKIA Kota Bandung telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Nina mengaku belum melakukan penyesuaian tarif.
“Tarif per-kamar sebesar Rp35.000, itu termasuk kamar, makan 3 kali, dan snack 2 kali,” tuturwanita berjilbab ini.
Namun ia memastikan bahwa kualitas gizi, obat, dan makanan yang diberikan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Kekurangan biaya yang dikeluarkan sudah dapat ditutup dengan subsidi pemerintah.
Selain peningkatan sarana dan prasarana, RSKIA juga melaksanakan berbagai program untuk pelayanan terhadap pasien. RSKIA tengah fokus pula pada masalah patient safety. Program ini dilaksanakan melalui peningkatan kualitas aparatur rumah sakit dalam hal keselamatan.
Baru-baru ini, RSKIA telah melaksanakan in house training dalam hal penanggulangan kebakaran. RSKIA juga telah melaksanakan program penanggulangan gawat darurat terpadu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung.
--------
Baca info-info seputarbandungraya.com lainnya di GOOGLE NEWS