Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menyelenggarakan kegiatan diskusi kebangsaan “MPR Goes to Campus” dengan mengusung tema “Garis-Garis Besar Haluan Negara” yang bertempat di Grha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati Ukur No.35 Bandung, pada Jumat (27/05/2016).
Kegiatan diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber, diantaranya adalah akademisi Unpad Dede Mariana, Mudiyati Rahmatunnisa dan Indra Perwira, serta anggota MPR RI, Fraksi PDI Perjuangan Tb. Hasanuddin, Fraksi Partai Demokrat Ruhut Poltak Sitompul, Fraksi Partai Golkar Ahmad Zacky Siradj dan Kepala Biro Pengkajian Sekretariat Jenderal MPR RI Yana Indrawan.
GBHN merupakan pedoman penyelenggaraan negara pada masa Orde Baru yang ditetapkan oleh MPR dengan jangka waktu 5 tahun. Setelah Amandemen UUD 1945m terjadi perubahan peran MPR dan Presiden sehingga GBHN tidak berlaku lagi. Kemudian, terbit UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang memuat tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan jangka waktu 20 tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan jangka waktu 5 tahun.
Mudiyati menjelaskan bahwa, dokumen perencanaan pembangunan yang pernah ada di Indonesia bukan hanya GBHN saja,dahulu pada jaman Soekarno ada perencanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana, di era Soeharto ada GBHN, lalu ada Program Pembangunan Nasional (Propenas) pada tahun 2000-2004, dan sekarang RPJP Nasional.
“Dokumen perencanaan pembangunan ini sangat strategis, terlepas dari apapun namanya. Dokumen ini akan menjadi induk dari amanat konstitusi, dan yang ada di bawahnya harus menginduk ke sana. Masalahnya, jika ada dokumen yang terpusat, otonomi daerah menjadi absurd. Tetapi jika tidak tersinergi juga jadi tidak terarah,” tutur Mudiyati
Indra Perwira menegaskan, isu pentingnya bukan apakah GBHN perlu lahir kembali atau tidak, melainkan bagaimana kita menjaga konsistensi perencanaan pembangunan yang sudah ditetapkan.
“Kita ini merupakan sebuah negara pengurus,tugas kita adalah memberikan tanggung jawab kepada negara untuk memberikan pelayanan publik yang membangun kesejahteraan umum. Untuk itu negara membutuhkan pedoman, arahan dalam rangka membangun kesejahteraan. Pertama, arahan investasi, dahulu namanya GBHN. Lalu ada arahan lokasi atau Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,” papar Indra.
Kegiatan diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber, diantaranya adalah akademisi Unpad Dede Mariana, Mudiyati Rahmatunnisa dan Indra Perwira, serta anggota MPR RI, Fraksi PDI Perjuangan Tb. Hasanuddin, Fraksi Partai Demokrat Ruhut Poltak Sitompul, Fraksi Partai Golkar Ahmad Zacky Siradj dan Kepala Biro Pengkajian Sekretariat Jenderal MPR RI Yana Indrawan.
GBHN merupakan pedoman penyelenggaraan negara pada masa Orde Baru yang ditetapkan oleh MPR dengan jangka waktu 5 tahun. Setelah Amandemen UUD 1945m terjadi perubahan peran MPR dan Presiden sehingga GBHN tidak berlaku lagi. Kemudian, terbit UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang memuat tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan jangka waktu 20 tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan jangka waktu 5 tahun.
Mudiyati menjelaskan bahwa, dokumen perencanaan pembangunan yang pernah ada di Indonesia bukan hanya GBHN saja,dahulu pada jaman Soekarno ada perencanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana, di era Soeharto ada GBHN, lalu ada Program Pembangunan Nasional (Propenas) pada tahun 2000-2004, dan sekarang RPJP Nasional.
“Dokumen perencanaan pembangunan ini sangat strategis, terlepas dari apapun namanya. Dokumen ini akan menjadi induk dari amanat konstitusi, dan yang ada di bawahnya harus menginduk ke sana. Masalahnya, jika ada dokumen yang terpusat, otonomi daerah menjadi absurd. Tetapi jika tidak tersinergi juga jadi tidak terarah,” tutur Mudiyati
Indra Perwira menegaskan, isu pentingnya bukan apakah GBHN perlu lahir kembali atau tidak, melainkan bagaimana kita menjaga konsistensi perencanaan pembangunan yang sudah ditetapkan.
“Kita ini merupakan sebuah negara pengurus,tugas kita adalah memberikan tanggung jawab kepada negara untuk memberikan pelayanan publik yang membangun kesejahteraan umum. Untuk itu negara membutuhkan pedoman, arahan dalam rangka membangun kesejahteraan. Pertama, arahan investasi, dahulu namanya GBHN. Lalu ada arahan lokasi atau Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,” papar Indra.
--------
Baca info-info seputarbandungraya.com lainnya di GOOGLE NEWS