Dalam perjalanan seni Indonesia kontemporer, Putu Wijaya adalah salah satu sosok yang istimewa. Keistimewaan Putu Wijaya bukan saja karena dia seorang seniman serbabisa dan sangat produktif, tetapi juga konsisten mengutamakan seni sebagai perjuangan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kemajemukan dan perdamaian.
Dan ini dilakukannya dengan cara meneror apresiatornya, memungkinkan jiwanya terguncang, dan lantas mempertanyakan cara pandang dan dunia yang sudah mapan, serta sekaligus membetot ke arah kemungkinan-kemungkinan untuk melakoni hidup dan kehidupan baru yang bertumpu pada individualitas, sosialitas, dan menyejarah. Caranya ini pun bukan dengan berkhotbah, melainkan dengan membangun dunia-dunia rekaan yang imajinatif dan fantastik, yang dengannya dunia faktual dibongkar dan dipertanyakan.
Pengamalannya melalui karya sastra, teater, film dan seni rupa dapat memungkinkan penduduk Indonesia menjadi warga negara yang baik, warga negra yang memiliki individualitas, sosialitas dan menyejarah. Warga negara seperti ini akan sulit dimanipulasi hoax yang hari-hari belakangan, menyusul perkembangan teknologi dan industri komunikasi dan menjelang pemilihan presiden, semakin menyebar ke berbagai penjuru negeri kepulauan ini. Warga seperti ini pun akan sulit dilumpuhkan amnesia, akan sulit menderita hilang ingatan sejarahnya.
Maka, karya-karya Putu Wijaya menjadi semakin penting dan relevan bagi bangsa Indonesia yang tak putus dikepung hoax, yang tak putus dihasut dan/atau dipaksa amnesia. Inilah pemungkin utama Putu Wijaya menjadi salah satu sosok istimewa dalam perjalanan seni kontemporer Indonesia.
Seminar Nasional “Mengkaji Kreativitas Putu Wijaya” ini akan mengkaji karya-karya Putu Wijaya yang berupa naskah drama, cerita pendek, esai, karya pementasan (teater), dan lukisan. Karya-karya itu akan dikaji oleh para pembicara dari beragam latar belakang konsentrasi dan kelimuan. Dengan demikian, akan tergali berbagai kekayaan yang terkandung dalam karya-karya kreatif Putu Wijaya tersebut.
Pembicara:
1. Asep Salahudin (IAILM Suryalaya Tasikmalaya)
Asep Salahudin yang merupakan wakil rektor IAILM Suryalaya ini merupakan salah satu cendekiawan Nahdlatul Ulama. Tulisan-tulisannya menyebar di banyak media, hingga pada tahun 2012 memperoleh “Rucita Aksara” dari Universitas Padjajaran untuk mahasiswa (S3) yang paling produktif menulis di media massa. Bukunya antara lain Ziarah Sufistik; Abah Anom Wali Fenomenal Abad 21; dan Sufisme Sunda: Hubungan Islam dan Budaya dalam Masyarakat Sunda.
2. Herry Dim (Seniman)
Herry Dim adalah seorang pelukis pertama Indonesia yang menggelar pameran tunggal di Palais de Nations, Jenewa (20-24 November 2008). Ia pernah tinggal di Berlin selama 6 bulan dan melakukan kegiatan seni di Mime Centrum dengan seniman setempat dan seniman Ethiopia. Selain melukis Herry Dim mengerjakan artistik untuk seni pertunjukan (drama, tari, musik), seni grafis, disain grafis, seni instalasi, dan menulis esei-esei kebudayaan di berbagai media, antara lain, Kompas, Pikiran Rakyat, dan Koran Tempo.
3. Lina Meilinawati (FIB Unpad)
Saat ini, Lina Meilinawati Rahayu merupakan Ketua Program Studi Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran dan Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia Cabang Jawa Barat. Ia merupakan cendekiawan sastra yang aktif menulis berbagai karya ilmiah berupa kritik sastra dan giat menjadi pembicara di berbagai seminar nasional dan internasional di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri. Tahun 2018, ia menjadi dosen tamu di Guanxi University of Nationalities dan Xiangsihu College, Cina. Karya disertasinya, Transformasi dalam Pementasan Naskah Drama Saduran: Studiklub Teater Bandung, mengantarkannya menjadi Doktor di bidang sastra dari FIB Universitas Gadjah Mada.
4. Putu Fajar Arcana (Kompas)
Sepanjang tahun 1990-an, penyair sekaligus wartawan ini giat berkeliling Bali untuk menghidupkan sastra di daerah-daerah di Bali dari mulai mengadakan diskusi, perlombaan, hingga mendirikan komunitas dan yayasan yang bergerak di bidang sastra. Karya-karyanya antara lain, buku kumpulan puisi Bilik Cahaya, The Ginseng, Bali The Morning After, Bunga Jepun, dan Samsara; novel Gandamayu; dan kumpulan esai Surat Merah untuk Bali. Buku kumpulan puisinya, Manusia Gilimanuk (2012), diganjar penghargaan Widya Pataka dari Pemerintah Daerah Bali. Kini, ia bekerja sebagai redaktur di harian Kompas, Jakarta.
Moderator:
Lili Awaludin (UIN SGD Bandung)
Merupakan dosen dan Ketua Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati
Closing Statement:
Putu Wijaya
Waktu:
Sabtu, 2 Maret 2019,
Pk. 09.00-13.00
Tempat:
Gedung YPK, Jl. Naripan no. 9, Braga, Bandung
Biaya:
Rp150.000 untuk kalangan umum
Rp80.000 untuk siswa, mahasiswa, guru, dan dosen
Fasilitas:
- Sertifikat
- Perlengkapan Seminar (Seminar Kits)
- Kudapan (Snackbox)
Narahubung:
Topik Mulyana
SMS dan WA: 0813-9529-2917
Untuk kepentingan dan kemudahan urusan administratif, bagi yang akan mendaftar dapat mengisi borang KLIK DI SINI
--------
Baca info-info seputarbandungraya.com lainnya di GOOGLE NEWS