Kadisdik Kabupaten Bandung Dr. H. Juhana mengungkap, PPDB 2019 sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) nomor 51 Tahun 2018 Tentang PPDB.
Dalam permendikbud tersebut pemerintah secara resmi menghapus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) karena di beberapa daerah seringkali disalahgunakan. Lama domisili peserta didik didasarkan pada alamat Kartu Keluarga (KK), yang diterbitkan minimal 1 tahun sebelumnya.
Untuk meningkatkan transparansi dan menghindari praktik jual-beli kursi, permendikbud baru ini mewajibkan setiap sekolah mengumumkan jumlah daya tampung. Daya tampung yang diumumkan yaitu pada kelas 1 SD, kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA/SMK sesuai data rombongan belajar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Selain itu juga diatur mengenai kewajiban sekolah, untuk memprioritaskan peserta didik berdomisili satu wilayah yang sama dengan sekolah asal (Sistem Zonasi), yang dibuktikan dengan KK atau surat keterangan domisili.
“Untuk tahun ini sistem zonasi yang diterapkan makin kuat, dengan kuota zonasi 90%, jalur prestasi 5% dan 5% sisanya perpindahan domisili, yaitu orang tua siswa yang berpindah tugas. Permennya sudah ada, namun peraturan bupati (perbup) nya masih dalam tahap pembahasan,” terang Juhana.
Juhana menjelaskan, Kemendikbud mengisyaratkan bahwa pembentukan Perbup PPDB tidak boleh keluar dari substansi permen. Setelah perbup terbentuk, pihaknya akan menyosialisasikan kepada masyarakat.
“Setelah ditandatangani Pak Bupati, baru disosialisasikan secara masif, karena kuncinya itu ada di sosialisasi. Jika masyarakat secara luas sudah mengetahui aturannya, maka tidak akan menimbulkan tanda tanya saat pelaksanaannya di lapangan nanti,” imbuh Juhana.
Dalam pembentukan Perbup PPDB tahun ini, Juhana menerangkan bahwa seluruh kabupaten/kota harus terus berkoordinasi dengan kemendikbud. Hal itu untuk menghindari substansi perbup yang terlalu jauh dari permen.
“Tahun kemarin kemendikbud tidak melakukan pemantauan terhadap penerbitan perbup. Namun kali ini kabupaten/kota diminta mengirimkan draftnya ke Biro Hukum Kemendikbud untuk ditembuskan ke Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Sebagai tindak lanjutnya, LPMP akan melakukan pendampingan isi perbup,” terang Juhana.
Pada prinsipnya aturan zonasi diberlakukan apabila jumlah pendaftar melebihi daya tampung sekolah. Juhana menguraikan bahwa tahun ini jumlah pelajar SD di Kabupaten Bandung, yang duduk di bangku Kelas 6 dan akan mengikuti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), berjumlah 66.603 orang. Dengan rincian 57.874 siswa SD Negeri, 3.429 Swasta dan 5.300 MI.
“Sementara daya tampung SMP dan MTs di Kabupaten Bandung yaitu 62.592, dengan rincian SMP Negeri 22.912, SMP Swasta 25.440, MTs Negeri 928 dan MTs Swasta 13.312. Dari angka tersebut, terdapat selisih jumlah lulusan SD/MI dengan daya tampung SMP/MTs sebanyak 4.011 peserta didik,” urai Juhana didampingi Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Maman Sudrajat.
Daya tampung SMP/MTs tersebut berdasarkan analisa jumlah lokal bangunan SMP/MTs yang ada. Dengan perhitungan 1 rombongan belajar (rombel) maksimal berjumlah 32 peserta didik dan satu sekolah maksimal menerima 11 rombel.
“Setelah dikunci rumus 32 – 11 (32 rombel, 11 kelas), sekolah tidak lagi diperkenankan menerima peserta didik. Namun melihat selisih jumlah tadi, maka perlu diterbitkan perbup agar seluruh lulusan SD dapat terakomodir,” tutupnya.
Bupati Bandung H. Dadang M. Naser menegaskan, seluruh peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat SD, wajib melanjutkan ke tingkat SMP. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), sudah menjadi prioritas pembangunan sejak dirinya menjabat sebagai bupati.
“Wajib belajar 9 tahun, kita kuatkan dengan wajib belajar 12 tahun. Aturan dari pusat terkait sistem zonasi, setelah melihat kondisi selisih jumlah lulusan SD dan daya tampung SMP di Kabupaten Bandung, perlu diimbangi regulasi yang jelas,” tegas Bupati Dadang Naser.
--------
Baca info-info seputarbandungraya.com lainnya di GOOGLE NEWS