Kemendikbud melalukan rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Rabu (20/1). Rapat ini membahas program prioritas pendidikan, di antaranya realisasi APBN Kemendikbud Tahun Anggaran (TA) 2020, persiapan program dan anggaran Kemendikbud TA 2021, serta isu-isu strategis lainnya seperti Asesmen Nasional, persiapan pembelajaran tatap muka, serta Bantuan Subsidi Upah Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Selain itu, dibahas pula perkembangan penyusunan Revisi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
“Alhamdulillah, TA 2020 kita bisa merealisasikan 91,61 persen,” terang Pelaksana tugas (plt.) Sekretaris Jenderal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Ainun Na’im
Ia menambahkan bahwa terjadi perubahan terkait program dan anggaran Kemendikbud TA 2021. Hal tersebut dikarenakan Kemendikbud mengalami reorganisasi di lingkup internal serta sebagai bentuk respon kementerian menyikapi pandemi Covid-19.
Untuk diketahui, pagu anggaran pendidikan memang 20 persen dari APBN, yaitu sebesar Rp 550 triliun. Namun, Kemendikbud mengelola sebanyak 14,8 persen atau sekitar Rp 81,5 triliun. Sesuai amanat undang-undang, anggaran pendidikan turut dikelola oleh berbagai kementerian/lembaga lainnya yang menjalankan fungsi pendidikan seperti Kementerian Agama (Kemenag). Sejalan dengan itu, Undang-undang Pemerintahan Daerah juga mengamanatkan bahwa anggaran pendidikan ditransfer ke daerah secara langsung. Anggaran tersebut terdiri dari Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
Adapun proporsi terbesar anggaran yang dikelola Kemendikbud yaitu Pendanaan Wajib sebesar Rp 31,13 triliun. Anggaran itu untuk membiayai Program Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, tunjangan guru non PNS, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum (BPPTN-BH) Pendidikan Tinggi.
Asesmen Nasional (AN)
Sementara itu, terkait isu strategis, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim menerangkan, Asesmen Nasional (AN) dirancang untuk memantau dan mengevaluasi sistem pendidikan. Dijelaskan bahwa AN tidak sama dengan Ujian Nasional baik dari sisi fungsi maupun substansi.
Mendikbud menegaskan, AN bukan evaluasi individu siswa dan tidak ada konsekuensi untuk siswa. AN bukan untuk menambah beban siswa dan bukan sebagai salah satu syarat dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Melainkan dirancang untuk memperbaiki sistem pendidikan dasar dan menengah. Di sisi lain, evaluasi kompetensi peserta didik menjadi tanggung jawab guru dan sekolah.
AN terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum yang terdiri dari literasi dan numerasi, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Oleh karena itu, AN berguna untuk membantu sekolah memperbaiki performa layanan pendidikannya menjadi lebih baik. “AN bukan untuk menghukum sekolah,” ujar Mendikbud menekankan.
Dalam penjelasannya, Mendikbud menyampaikan, target pelaksanaan AN diubah menjadi September s.d. Oktober 2021. Hal ini untuk memastikan agar persiapan logistik, infrastruktur, dan protokol kesehatan lebih optimal. Di samping itu, juga digunakan untuk menyosialisasikan dan berkoordinasi lebih masif dengan pemerintah daerah.
“AN tetap perlu dilaksanakan. Kalau tidak, kita tidak bisa menghitung learning loss dan mengetahui mana saja sekolah-sekolah yang paling membutuhkan bantuan kita. Inilah yang diinginkan Kemendikbud dan DPR,” imbuhnya.
Pembelajaran Tatap Muka (PTM)
Selanjutnya, terkait Pembelajaran Tatap Muka (PTM), Mendikbud mengakui, dengan adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri maka pembelajaran tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan warga pendidikan. Pada Januari 2021, kebijakan PTM dimulai dengan pemberian izin oleh pemerintah daerah atau kantor wilayah Kemenag. Dilanjutkan dengan izin berjenjang dari satuan pendidikan dan orang tua.
Berdasarkan pengamatan, meski Kemendikbud telah memberikan otoritas pada pemerintah daerah, keinginan pemda untuk membuka satuan pendidikan dinilai masih cukup rendah. Terutama untuk satuan pendidikan di kota-kota besar yang penyebaran virus dan kepadatan penduduknya tinggi. Mendikbud menilai banyak daerah yang memilih menggunakan opsi yang lebih aman untuk mempersiapkan diri dulu. “Setiap pemda merespons (mengeluarkan kebijakan) sesuai situasi riil di daerah mereka,” jelas Mendikbud.
Kemendikbud telah menghimpun Laporan Proses Belajar Mengajar Satuan Pendidikan. Merujuk survei yang telah dilaksanakan, diperoleh fakta bahwa sebanyak 84,5 persen satuan pendidikan (186.552 sekolah) menyatakan siap Belajar Dari Rumah. Sementara itu, 15,5 persen sisanya (34.200 sekolah) menyatakan sanggup menggelar belajar tatap muka dengan protokol kesehatan.
Bantuan Subsidi Upah bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) non PNS
Berikutnya, menyangkut Bantuan Subsidi Upah bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) non PNS di tahun 2020 telah direalisasikan sesuai target kepada 1.634.832 orang. Jumlah tersebut terdiri dari PTK PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan untuk PTK pendidikan tinggi, bantuan yang rencananya menyasar untuk 399.900 orang, dapat terealisasinya sebanyak 374.836.
Revisi Undang-undang Sisdiknas
Pada kesempatan yang sama, pelaksana tugas (plt.) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan Perbukuan, Kemendikbud, Totok Suprayitno menjelaskan terkait revisi UU Sisdiknas. “Sinkroinsasi draf perubahan UU Sisdiknas di internal Kemendikbud telah kami lakukan sejak Juli 2020 hingga April 2021. Kami memastikan tiap unit di Kemendikbud terlibat menyusun konsepnya. Kami harap, pada Mei-Oktober 2021, draf ini sudah bisa dirapatkan antar kementerian. Pada November, targetnya finalisasi draf perubahan UU Sisdiknas antar kementerian dan Desember adalah penyampaian naskah akademik dan rapat konsultasi dengan DPR. Ini jadwal yang kami pandang masih realistis hingga saat ini,” jelas Totok.
--------
Baca info-info seputarbandungraya.com lainnya di GOOGLE NEWS